Jumat, 17 Februari 2012

SYEIKH ABDUL QADIR JAILANI


SYEIKH ABDUL QADIR JAILANI
Seorang ulama besar Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah Al-Jailani qs yang kemudian terkenal dengan nama Syeikh Abdul Qadir Jailani dilahirkan pada tahun 471 H/1078 M di Jailan Tabaristan. Dari silsilahnya ia masih keturunan Rasulullah saw. Mula-mula ia belajar Al-Qur’an dan setelah hapal Al-Qur’an ia belajar ilmu Fiqh menurut mazhab Ahmad bin Hanbal (Hanbali) kepada Syeikh Abul Wafa’ dan Syeikh Abul Khattab Al-Kalwazani. Dalam sastra dan bahasa Arab ia belajar kepada Abul Husein Abu Ya’la. Dalam bidang tasawwuf dan tarikat ia belajar kepada Syeikh Hamad Al-Dibas dan Ibnu Sa’ad Al-Mubarak. Demikian, masih banyak guru-guru dan bidang ilmu yang ia tekuni yang tidak dapat disebutkan semuanya di sini.

Ia hidup mandiri dari hasil usahanya sendiri dengan kehidupan zuhud, wara’ dan banyak beribadah sebagaimana lazimya seorang sufi. Sambil berdakwah, beliau memberikan pelajaran dan menjadi guru besar dalam tarikat yang kemudian diberi nama dengan namanya sendiri, yakni Tarikat Qodiriyah. Ia mengajar di Pesantren yang dibangunnya sendiri di Baghdad dan di Pesantren ini pula berdiri pusat kegiatan (ribath) tarikatnya. Di Pesantren inilah ia meninggal dunia pada tahun 561 H/1166 M.

Kesufian Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani diakui dan dibenarkan oleh berbagai kalangan, antara lain :
1.   Muwaffiq Ad-Din bin Qadamah (541-620 H) ahli fiqh mazhab Hanbali yang terkenal, mengatakan : Kami mengetahuinya di akhir usianya dan kami tinggal di sekolahnya dan tidak pernah saya dengar kekeramatan (karamah) yang banyak dibicarakan orang  sebagaimana yang dibicarakan tentang Abdul Qadir Jailani dan tidak kulihat orang-orang begitu memuliakan sebagaimana orang memuliakannya.
     Sebagian kaum muslimin di Asia Tenggara termasuk di Indonesia tentunya, juga sangat memuliakan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani; Kenapa ?. Karena mereka meyakini bahwa Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah salah seorang ulama pewaris nabi.
      Apa buktinya bahwa Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah ulama pewaris nabi ?. Salah satu buktinya adalah dianugerahkan oleh Allah SWT karamah kepada beliau.
2.   Ibnu Katsir menguraikan tentang akhlak Abdul Qadir Jailani sebagai orang yang tangguh dalam amar ma’ruf nahi munkar, berbuat positif, zuhud, wara’ dan sufi yang disegani.
3.  Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani mempunyai banyak karamah yang jelas.
4.  Ibnu Rajab mengatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah guru di masanya, teladan orang-orang yang ma’rifat, pemimpin para syeikh, pemilik maqam dan karamah.
5.  Ibnu Ma’ad mengatakan bahwa karamah Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani melebihi batas dan tidak terhitung jumlahnya.
6.   Al-‘Izz bin Abdussalam mengatakan bahwa tidak ada karamah yang dinukil kepada kami secara mutawatir kecuali karamahnya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
7.   Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tarikat Abdul Qadir Jailani adalah tarikat yang dibenarkan oleh syara. Ibnu Taimiyah semula beliau menentang ajaran tasawwuf dan tarikat, namun akhirnya dia meninggal dunia sebagai seorang sufi.

Karamah secara bahasa berasal dari kata al-karam lawan dari al-lu’mu (celaan) dan karrama berarti mengagungkan dan membersihkan. Secara istilah karamah adalah perkara luar biasa yang terjadi pada seorang muslim yang bukan nabi. Orang tersebut mendapat karamah karena dia dicintai Allah SWT.

Kenapa dicintai Allah karena dia beramal shalih dengan menjalankan syari’at-Nya, mempunyai aqidah yang benar dan berakhlak mulia mengikuti Nabi saw. Karamah itu merupakan bukti bahwa ketakwaan (aqidah, syari’ah dan akhlak) orang tersebut wushul (sampai), diterima dan diridhoi oleh Allah SWT. Jadi karamah merupakan stempel kewalian yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada orang yang bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa. 

Jadi waliyullah (kekasih Allah) adalah orang yang dimuliakan Allah dengan hidayah, lalu dia beriman kepada Allah, bertakwa kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan lahir dan batin dan meninggalkan kemaksiatan lahir dan batin, mencintai orang yang dicintai-Nya dan memusuhi orang yang dimusuhi-Nya. Firman Allah dalam hadits qudsi yang diceriterakan oleh sahabat Abu Hurairah sedangkan lafadznya diambil dari kitab Hadits Bukhary :

Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku (kekasih-Ku), maka aku mengizinkannya untuk diperangi, dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan jika hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, maka Aku akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya memegang, dan menjadi kakinya yang dengannya dia berjalan.  Jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya.  Aku tidak pernah ragu mengerjakan sesuatu, seperti keraguanku kepada jiwa seorang Mukmin yang benci mati, sementara Aku benci dia akan melakukan perbuatan tercela.

Mu’jizat adalah isim fa’il yang diambil dari kata al-‘ajzu yang artinya yang berada di luar kekuasaan. Mu’jizat adalah kejadian yang berada di luar kebiasaan untuk menyeru kepada kebaikan dan kebahagiaan, yang diikuti dengan seruan kenabian yang tujuannya untuk menampakkan kebenaran pada orang yang mengaku dirinya utusan Allah. 

Sebagian ulama mendefinisikan mukjizat dengan kejadian yang berada di luar kebiasaan, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang sejalan dengan pengakuan kerasulan, yang diikuti dan diterapkan pada saat muncul tantangan sebagai langkah awal, yang tidak seorang pun dapat menyamai atau mendekatinya. Firman Allah dalam Al-Qur’an, Surat : Al-Hadid : 25 :

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Al-Baghdadi berkata : Ketahuilah bahwa mu’jizat dan karamah itu sama karena keduanya sama-sama berada di luar kebiasaan (dalam arti  tidak mengikuti hukum alam). Hanya saja dia membedakan antara keduanya dari tiga aspek  :
1.   Sesuatu yang menunjukkan atas kebenaran para nabi disebut mu’jizat, sedangkan sesuatu yang menunjukkan atas kebenaran para wali disebut karamah.
2.   Pemilik mu’jizat menampakkannya untuk menguatkan kebenarannya, tetapi pemilik karamah berusaha untuk menyembunyikannya.
3.   Pemilik mu’jizat terjaga dari kekafiran setelah menampakkan mu’jizatnya, sedangkan pemilik karamah tidak menutup kemungkinan keadaannya berubah seperti yang terjadi pada Bal’am bin Ba’ura’.

Contoh mu’jizat :
1.   Tongkat Nabi Musa as menjadi ular dan bisa membelah lautan.
2.   Api tidak membakar Nabi Ibrahim as.
3.   Nabi Isa as menghidupkan orang yang sudah mati.
4.  Mu’jizat Al-Qur’an.
5.   Mu’jizat air memancar dari sela-sela jari Nabi Muhammad saw.
6.   Mu’jizat membanyakkan makanan yang sedikit.
7.   Mu’jizat paha kambing beracun berkata-kata kepada Nabi saw.
8.   Mu’jizat membelah bulan.
9.   Mu’jizat tangisan pelepah kurma.
10. Mu’jizat onta berbicara.
11. Mu’jizat pohon tunduk kepada Rasulullah saw.

Contoh karomah :
1.   Syeikh Abdul Qadir Jailani menghidupkan orang yang sudah mati ratusan tahun.
Dalam kitab Asrorut Tholibin diriwayatkan bahwa Syekh Abdul Qodir pada waktu melewati suatu tempat, beliau bertemu dengan seorang umat Islam yang sedang hangat bersilat lidah, beranggar kata, berdebat dengan seorang umat Nasrani. Beliau kemudian mengadakan penelitian dan pemeriksaan yang seksama apa penyebab terjadinya perdebatan yang sengit itu.

Kata seorang muslim : Sebenarnya kami sedang membangga-banggakan Nabi kami masing-masing, siapa diantara Nabi yang paling baik dan saya berkata kepadanya bahwa Nabi Muhammad saw yang paling utama. Sedangkan orang Nasroni mengatakan bahwa Nabi Isa yang paling sempurna.
Syekh bertanya kepada orang Nasroni : Apa yang menjadi dasar dan apa pula dalilnya, kamu bisa mengatakan bahwa Nabi Isa lebih sempurna daripada Nabi yang lainnya. Lalu orang Nasroni itu menjawab : Nabi Isa mempunyai keistimewaan, beliau bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Syekh melanjutkan lagi pertanyaannya : Apakah kamu tahu bahwa aku ini bukan Nabi, aku hanya sekedar penganut dan pengikut Agama Nabi Muhammad saw. Kata orang Nasroni : Ya benar saya tahu. Lebih jauh Syekh bertanya lagi : Kalau sekiranya aku bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati, apakah kamu bersedia untuk percaya dan beriman kepada Agama Nabi Muhammad saw ?.  Baik, saya mau beriman kepada Agama Islam, jawab orang Nasroni itu. Kalu begitu mari kita mencari kuburan, kata Syekh Abdul Qodir. Setelah mereka menemukan sebuah kuburan dan kebetulan kuburan itu sudah tua, sudah berusia lima ratus tahun.

Lalu Syekh mengulangi lagi pertanyaannya : Nabi Isa kalau akan menghidupkan orang yang sudah mati bagaimana caranya ?. Orang Nasroni menjawab : Beliau cukup dengan mengucapkan : Qum ! bi-idznillah, artinya : Bagun kamu dengan izin Allah. Nah sekarang kamu perhatikan dan dengarkan baik-baik, kata Syekh, lalu beliau menghadap pada kuburan tadi sambil mengucapkan : Qum ! bi-idzni, artinya : Kamu bangun dengan izin ku. Mendengar ucapan itu orang Nasroni tercengan keheran-heranan dan kuburan itu terbelah dan bangunlah mayat dari kuburan sambil bernyanyi. Konon pada waktu hidupnya mayat itu seorang penyanyi (musisi). Melihat dan menyaksikan peristiwa yang aneh itu, seketika itu juga orang Nasroni berubah keyakinannya dan beriman masuk Agama Islam.

2.   Syeikh Abdul Qadir Jailani berbuka puasa di rumah murid-muridnya pada sa’at yang sama.
Diriwayatkan, pada suatu hari pada bulan Romadhon, Syekh Abdul Qodir diundang berbuka puasa oleh murid-muridnya sebanyak tujuh puluh orang di rumahnya masing-masing mereka berkeinginan agar Syekh berbuka puasa di rumahnya masing-masing. Mereka tidak mengetahui bahwa masing-masing diantara mereka mengundang Syekh untuk berbuka puasa pada waktu yang bersamaan.

Tiba waktunya berbuka puasa bertepatan Syekh berbuka puasa di rumah beliau, detik itu pun rumah murid-muridnya yang tujuh puluh orang itu masing-masing dikunjungi oleh Syekh dan Syekh Abdul Qodir Jailani berbuka puasa tepat pada satu waktu yang bersamaan.

Peristiwa ini di kota Bagdad sudah masyhur terkenal di kalangan masyarakat dan sudah menjadi buah bibir masyarakat dalam setiap pembicaraan dan pertemuan.

Pertanyaan :
Bagaimana mungkin peristiwa yang luar biasa (karamah) itu banyak ditampakkan pada diri seorang ulama, padahal para sahabat saja yang nota bene mendapat pengajaran agama dan pendidikan ruhani langsung dari Rasulullah saw dan melihat langsung bagaimana ilmu agama tadi dipraktekan sehari-hari oleh Rasulullah saw, dengan demikian kualitas aqidah dan syariah para sahabat akan jauh lebih baik, lebih taqorub kepada Allah dan oleh karenanya lebih dicintai Allah SWT; kepada mereka tidak banyak diberikan sesuatu yang luar biasa, artinya tidak banyak karamah yang kita dengar lewat para sahabat Nabi saw.

Jawab :
Justru karena sinar Islam, kekuatan ruhani Islam pada zaman sahabat dan tabiin, masih sangat terang-benderang ibarat lampu yang bersinar dengan daya 1000 watt, karena mereka langsung mendapat bimbingan dan asuhan Rasulullah saw, maka dalam kondisi saat itu hampir tidak diperlukan media lain, semacam karamah, untuk membuktikan kebenaran ajaran-ajaran Islam. Karena ingat bahwa ditampakkannya karamah pada diri seorang wali OLEH ALLAH, tujuan nya tiada lain adalah untuk da'wah, bukan untuk unjuk kedigjayaan. Walaupun demikian ada beberapa karamah (kejadian luar biasa) yang ditampakkan oleh Allah melalui para sahabat, misalnya

1.   Khutbah Jum’ah Khalifah Umar ra ditujukan kepada Sariyah di balik gunung, berisi petunjuk-petunjuk perang, yang dapat didengar dengan jelas oleh Sariyah itu, padahal antara tempat Sariyah berperang dan tempat Umar berkhotbah berjarak ratusan kilo meter. Sariyah adalah komandan tentara yang sedang bertempur.
2.   Abu Bakar ra dapat melihat jenis kelamin anak yang akan lahir dari kandungan ibunya.
3.   Seorang, sesaat sebelum melaksanakan shalat berjamaah bersama Khjalifah Ustman bin Affan sebagai imam dan para sahabat lainnya, di situ juga ada Ali bin Abi Thalib, sahabat Anas bin Malik tidak sengaja menoleh ke kiri, dilihatnya wajah seorang perempuan yang sangat cantik rupawan yang terbuka cadarnya. Subhanallah, cantik sekali, gumannya. Dorongan nafsu syahwatnya begitu besar, sehingga qolbunya tak kuasa menahan dorongan nafsu tersebut untuk menyuruh matanya menoleh kembali ke arah wajah cantik itu. Setelah selesai sholat berjamaah, dilanjutkan wirid dan dzikir berjamaah kemudian ditutup dengan do’a. Sayyidina Ustman ra kemudian membalikan badannya menghadap kepada para jamaah, ditatapnya satu per sartu wajah jamaahnya. Ketika pandangannya tepat di wajah Anas bin Malik spontan khalifah berkata : Di kedua matamu aku melihat bekas zina. Para shabat yang lain terperanjat kaget mendengar perkataan Khalifah tadi, sambil mengarahkan pandangannya ke arah Anas bin Malik. Sayyidina Ali kw angkat bicara membela Anas, Tidak mungkin Khalifah, aku tahu persis perilaku sahabat Anas bin Mlaik. Anas lalu berdiri, Soddakta Ya Kahlifah (benar Ya Khalifah) tadi sebelum shalat aku melihat wajah seorang wanita yang terbuka cadarnya.

Setelah Rasulullah saw meninggal, kemudian siar Islam dijalankan oleh para sahabat. Setelah generasi sahabat meninggal, siar Islam dijalankan oleh tabiin. Setelah generasi tabiin meninggal, siar Islam diteruskan oleh tabiit-tabiin. Dan setelah generasi tabiit-tabiin meninggal, maka bergantilah generasi umat ke generasi para ulama. Sinar kekuatan Islam, aqidah-syariah-akhlak umat mulai terdegradasi pada masa ini, terkikis oleh perubahan zaman. Berbagai bentuk kemusyrikan, khurafat dan tahayul merajalela di tengah-tengah masyarakat.

Disamping itu, sejalan dengan perkembangan IPTEK, pola hidup konsumerisme, hedonisme dan materialisme tumbuh subur, sehingga manusia amat sangat cintanya kepada dunia dan melupakan kematian. Selain itu, akibat lemahnya kadar IMTAK umat, muncul berbagai penyakit masyarakat-dekadensi moral atau kemerosotan akhlak dan kejahatan, seperti perjudian, mabuk-mabukan, narkoba, perzinahan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, KKN dan lain-lain. Akibatnya kekuatan ruhani Islam semakin hari hari semakin redup, ibarat lampu yang intensitas sinarnya pada zaman sahabat 1000 watt,  kini telah berkurang hanya tinggal 100 watt lagi atau bahkan lebih rendah lagi.

Jadi, kondisi lingkungan masyarakat pada generasi ulama ini identik atau bahkan lebih kompleks dan lebih berat dibandingkan dengan kondisi lingkungan masyarakat yang dihadapi oleh para Nabi. Kalau para Nabi dilengkapi dengan media yang disebut mu’jizat untuk menyeru umat kepada kebaikan dan kebahagiaan, yang diikuti dengan seruan kenabian yang tujuannya untuk menampakkan kebenaran pada seorang utusan Allah. Maka Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, memperkuat misi da’wah para ulama pewaris nabi dengan media yang disebut karamah, yang tujuannya adalah untuk menampakkan bukti bahwa :
  1. Aqidah, syari’ah dan akhlak ulama tersebut wushul (sampai), diterima dan diridhoi oleh Allah SWT .
  2. Ajaran yang di’amalkan dan dida’wahkan oleh para ulama tadi adalah benar, sesuai dengan Al-Qur’an dan sesuai pula dengan ajaran Nabi saw dan oleh karenanya diterima dan diridhoi oleh Allah SWT.

Rasulullah saw bersabda : “Ulama umatku sama dengan Nabi bani Israil”.

Last but not least, jika Allah MEMBISAKAN (MEMAMPUKAN) seseorang yang dikehendaki-Nya untuk melakukan hal-hal yang supra-natural melebihi mu'jizat para nabi sekalipun, ITU adalah 100 persen hak Allah, siapa pun tidak ada yang bisa mengintervensi Allah, ingat firman Allah:
“Allah berbuat sebagaimana yang dikehendaki-Nya” (QS. Al-Hajj : 14 dan 18).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar